Pesona Pelangi Mimpi
Karya
: Dinni Ramayani
Senja mulai menepi. Telah terlihat
kerlap-kerlip lampion yang menghiasi pemukiman penduduk negeri. Ruas jalanan
pun terlihat bercahaya dari kejauhan. Tak begitu ku hiraukan kilauan itu, karena
pikiranku terfokus pada suhu malam ini yang begitu berbeda, jauh lebih dingin dari
biasanya. Gelap malam akan
segera menyelimuti. Setelah selesai menunaikan shalat isya, aku langsung
merebahkan diri ke tempat tidur. Malam semakin larut, namun belum ada
sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh mataku bahwa ia ingin terlelap. Tempat yang baru saja aku singgahi membuat mataku
sulit terpejam. Tempat ini terasa begitu asing. Angin malam pun sesekali
menyelinap masuk dari sela-sela jendela kamarku. Dinginnya semakin terasa merasuki pori-pori kulitku.
Memaksaku untuk menarik selimut lebih tinggi lagi, nyaris menutupi seluruh
wajahku. Membuat rasa kantuk itu sirna.
Pikiranku
melayang jauh, terpental pada deretan kisah yang menyisakan kenangan. Kenangan
itu tergambar jelas di saat aku berada di tempat asing ini. Kenangan itu bermula pada suatu malam, ketika aku menyendiri di sudut
kamar, bertengger di tepi kasurku. Butiran bening tiba-tiba menghujan dari balik
kelopak mataku. Mengalir deras membanjiri ruas pipiku. Kesedihan hati
berkecamuk. Tak ku hiraukan jika ada yang melihatku saat itu. Kubiarkan butiran
bening itu bercucuran dengan bebasnya. Ku biarkan jeritan itu bersuara dalam
diam. Aku menangis sejadi-jadinya. Tanpa suara. Berharap tangisan akan mampu
membungkus rasa sakit ini.
Aku nyaris putus asa. Aku mencoba menenangkan jiwa
ini. Ku buka laptop yang letaknya tak
jauh dariku. Aku mulai mencari sesuatu yang dapat mengusir kesedihanku sesegera
mungkin. Aku mulai menjelajahi dunia google.
Mataku terhenti pada salah satu video yang tertera di youtube, video itu mengisahkan tentang kisah nyata seorang pemuda yang
menuliskan 100 mimpinya dalam selembar kertas. Pemuda itu menuliskan 100 mimpinya dengan sepenuh hati. Tidak hanya menuliskan,
tetapi pemuda itu juga menempelkan kertas mimpi itu pada dinding kamarnya. Video
ajaib yang tak sengaja kutemukan ini juga mengisahkan tentang terwujudnya mimpi-mimpi
yang sempat ia tuliskan.
Diantara impian yang telah ia tulis dan telah terwujud, adalah ketika ia menuliskan untuk bisa
ikut Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS), maka setahun kemudian mimpinya
itu terwujud, ia menjadi peserta sekaligus menjadi juaranya. Setelah itu,
ketika ia menuliskan untuk menjadi mahasiswa berprestasi di kampusnya, Allah
Swt mengizinkannya untuk menjadi mahasiswa berprestasi hingga tingkat Nasional.
Dan yang paling menakjubkan, ketika ia menuliskan mimpi terbesarnya yang berada
pada urutan ke-83, mimpinya yang ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri, dengan
cara yang tidak pernah ia duga, Allah Swt mengabulkan mimpinya. Ia mendapatkan
beasiswa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Kuliah gratis di Jepang. “Aaa...,
Jepang!”. Hatiku berteriak histeris ketika melihat tayangan
video itu
menunjukkan bahwa pemuda itu
berada di antara deretan bunga sakura. Berdiri di atas hamparan daun maple.
Tak
ketinggalan menginjakkan
kakinya di atas hamparan permata putih, salju musim dingin. Apa yang diraih pemuda itu benar-benar membuatku
semangatku terpacu. Sedih itu benar-benar akan segera terusir.
Butiran bening kembali menghujani
pipiku. Kali ini bukan karena rasa sakit yang masih membekas, melainkan rasa
haru yang tak tertahankan. Melihat apa yang telah dilakukan dan diraih oleh
pemuda tersebut. Tanpa pikir panjang, malam itu juga aku menelusuri profil
pemuda ini lebih detail lagi, aku bekerja sama dengan mbah google. Kerjasamaku
membuahkan hasil. Pemuda itu bernama
Danang
Ambar Prabowo, Ia menuliskan mimpinya saat menjadi mahasiswa baru di salah satu
universitas di Indonesia. Ketika itu, ia mengikuti rangkaian acara tarbiyah, dan tersihir oleh nasehat
bijak dari pembicara pada acara tersebut, yang mengatakan, “Berani dan
beranilah bermimpi besar. Tuliskanlah mimpi-mimpi Anda secara nyata dengan
sepenuh hati di atas kertas. Jangan Anda tulis dalam ingatan saja, karena pasti
Anda akan lupa.”
Di saat itulah awal ia menuliskan mimpinya. Ternyata, tidak
sedikit yang menertawakan dan meremehkan mimpi yang telah ia tulis pada saat
itu. Walaupun demikian, ia tetap menyimpan kertas mimpi tersebut. Dan terus berusaha
untuk meraih mimpinya.
Deretan
kata yang ada dalam video ajaib ini, mulai bersemanyam di pikiranku. “Tuliskan Fah! Tuliskan mimpimu secara nyata Fah!”, teriak sang hati yang memaksa
tanganku untuk menarikan jemarinya pada selembar kertas putih. Di awal tahun
ini, ditemani hujanan butir bening yang membasahi pipi, aku mulai menulis
impian-impianku. Ku tuliskan semua yang terlintas dipikiranku saat itu, tak ku hiraukan akan
terwujud atau tidak. Aku terus menuliskan, hingga ratusan mimpi tertera pada
lembaran kertas itu. Aku pun melakukan persis seperti yang di lakukan oleh
pemuda yang ada dalam video itu. Aku menempelkan kertas itu di dinding kamarku.
Ingin
menjadi juara 1 Olimpiade Sains Nasional (OSN) Kebumian tingkat Kabupaten.
Itulah mimpi pertama yang aku tuliskan pada lembaran kertas itu. Tak pernah ku
duga, aku berhasil meraihnya hingga tingkat Provinsi. Rencana Allah sungguh
luar biasa. Tidak hanya itu, Dia sekaligus mengabulkan mimpiku yang berada pada
urutan ke-21, terbang gratis dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa dengan prestasi.
Walaupun sebelumnya banyak yang menertawakan dan meyakini bahwa mimpiku itu
mustahil untuk diraih.
“Jangan
bermimpi terlalu tinggi fah, hari gini masih
percaya sama mimpi, apa kata dunia? Hahaha...”,
kata-kata itu ditujukan padaku oleh salah seorang teman sekelasku, dengan nada
yang terkesan meremehkan ia menertawakan mimpiku.
Sedih memang. Tapi
perkataannya itu hanya ku balas dengan senyuman. Perlahan hati kecilku berbisik
“Semoga dunia tidak mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh
temanmu, Fah. Semoga dunia bersedia menjadi saksi atas perjalanan
mimpi-mimpimu. Semangat Latifah! Allah Swt selalu bersamamu.”
Aku
juga memperlihatkan mimpi yang sudah kutulis pada ibunda, beliau tersenyum ke
arahku seraya berkata, “Fah, apapun mimpi yang kamu tulis, bunda akan selalu
mendukung dan mendoakan yang terbaik untukmu nak.” Mendengar perkataan ibunda, perasaanku menjadi lebih tenang. Bisikan
hati kecil dan doa dari ibundalah yang terus menguatkanku ketika ejekan
menghampiri. Ketika kegagalan masih setia menemani. Ketika aku berada di titik
terlemah dalam hidupku.
Deretan
kisah itulah yang tak sengaja terlintas dalam ingatanku ketika beberapa hari
melewati malam musim dingin di negeri sakura. Ya, tempat asing yang membuat
mataku sulit terpejam. Tempat asing yang membuatku terpental jauh pada deretan
kenangan itu. Salah satu negara impian yang sangat ingin ku kunjungi. Salah
satu negara yang masuk ke dalam daftar mimpiku adalah negeri sakura.
Atas izin
dari Allah Swt, doa dari ibunda serta orang-orang tercintalah yang pada akhirnya
mengantarkanku sampai sejauh ini. Di penghujung tahun, Allah Swt mengabulkan
mimpi terbesarku, aku terpilih sebagai Delegasi Indonesia untuk Jepang dalam
Program Jenesys 2.0.
“Fah,
kamu belum tidur ya?”. Suara itu membuyarkan lamunanku. Suara itu menarik paksa pikiranku yang jauh terpental ke
Indonesia agar kembali lagi ke Tokyo. Ternyata itu suara Hanan, teman sekamarku
yang baru saja kembali dari tempat pemandian air panas, yang berada di lantai 5
hotel.
“Belum
Han,” Sahutku dari balik selimut tebal.
“Kenapa
belum tidur Fah?, ini sudah larut. Besok pagi-pagi sekali kita harus
melanjutkan kegiatan observasi ke salah satu SMA yang ada di Prefektur
Yamanashi, Kofu Minami High School. Selamat istirahat Fah, oyasuminasai”. Hanan menutup pembicaraan dengan bahasa Jepang, yang
artinya adalah selamat beristirahat. “Iya Hanan, sama-sama. Oyasuminasai.”
Pesona
musim dingin
di negeri sakura telah ku rasakan. Dinginnya salju masih jelas terasa
dalam genggaman. Gunung Fuji
(Fujiyama) yang sempat ku singgahi beberapa hari yang lalu
masih tergambar jelas
rupanya dalam ingatanku. Sudut kota Tokyo telah ku tapaki.
Anugerah-Nya
sungguh luar biasa. Sujud
syukur disertai tangisan bahagia menjadi tindakan pertama yang aku lakukan
ketika menginjakkan kaki di negeri sakura ini. Seolah tak percaya mimpi yang
aku tuliskan di awal tahun, kini terwujud. Rasa syukur pada-Nya
akan selalu mengalir dari bibir ini. Segala puji bagi Allah yang telah mengizinkanku untuk berkelana
mengitari belahan dunia hasil ciptaan-Nya.
Jam
dinding sudah menunjukkan pukul 23.30 waktu Jepang
atau pukul 21.30 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB). Hanan sudah lebih dulu terlelap
jika dibandingkan denganku. Dinginnya
udara malam itu semakin leluasa
menusuk kulitku.
Mataku pun sudah mulai
mengirimkan sinyal bahwa ia ingin terlelap. Benar-benar tak bisa lagi ku ajak mata
dan pikiran ini untuk
mengingat kenangan yang
masih menyisakan banyak kisah. Akhirnya aku pun terlelap dalam balutan rasa
syukur.
-End-